Kamis, 09 Desember 2010

FOTO MERAPI

ANTOLOGI PAYUNG

Ketika Payung Kehilangan Fungsi

Engkau tak lagi sanggup memanyungi

Jiwa-jiwa yang basah ini

Dari derasnya air kedengkian

Engkau tak lagi sanggup memayungi

Jiwa-jiwa yang kering ini

Dari panasnya dosa-dosa

Engkau hanya menjadi pemanis

Di ruang-ruang keserakahan

Di ruang-ruang kesombongan

Di ruang-ruang kemunafikan

Payung yang tak layak sebagai payung

Payung yang hanya sebuah nama

Payung yang lepas dari fungsinya

Payung yang hanya tinggal sebuah nama

(Ag. Budi Susanto, Januari 2010)

Ketika Payung dicampakan

Engkau tergelatak ……..

Di depan pintu

Bercampur sandal-sendal

Engkau terinjak-injak

Engkau terludai

Engkau teraniaya

Payung yang rusak

Payung yang kotor

Payung yang berubah

Sebagai sampah

Daunmu yang ternoda

Jerujimu yang terputus

Membuat engkau tak sanggup berkibar

Di antara payung-payung dunia

Engkau harus sadar kesombonganmu

Engkau harus bangkit dari kesakitanmu

Engkau harus bersemangat kondisimu

(Ag. Budi Suanto, Januari 2010)

Ketika Payung dihadapkan kepada Payung yang Maha Payung

Oh…….payung..

Mana kelantanganmu?

Mana keangkuhanmu?

Mana kebesaranmu?

Ya….sebuah payung dekil

Yang tampak dalam dirimu

Engkau tak sanggup berkata

Engkat tak sanggup bicara

Engkau tak sanggup bersapa

Daunmu yang layu

Daunmu yang suram

Daunmu yang kering

Membuat dirimu tak sedap dilihat

Ketika engkau dihadapankan dengan payung yang maha payung

(Ag. Budi Susanto, Februari 2010)

Ketika Payung Menjadi Bijaksana Kembali

Daunmu yang cerah

Daunmu yang bersolek

Daunmu yang tenang

Membuat jiwa-jiwa nyaman

Engkau kembali mampu menjadi pelindung

Ketika hujan membahasi dunia

Ketika matahari menyengat kulit

Engkau sungguh berubah

Engkau kembali pada fungsimu

Engkau kembali bersinar

Payung kembalilah…….

Menjadi payung yang bijaksana

(Ag. Budi Susanto, Februari 2010)

Mendidik: Gampang-gampang Susah

Mendidik : Gampang-gampang Susah

MENDIDIK pada dasarnya tidak hanya sekedar mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan. Mendidik adalah juga suatu proses untuk membantu menumbuhkembangkan pribadi anak didik.

Namun,untuk mewujudkan seorang pendidik yang mampu melakukan pekerjaan besar itu diperlukan suatu proses yang cukup lama. Sebab mereka harus mengeyam pendidikan khusus, yang mendidik mereka menjadi seorang pendidik yang efektif. Hal ini misalnya dapat ditempuh dengan sekolah kependidikan.

Kenyataan yang kita jumpai sekarang ini sungguh berlainan. Beberapa kasus dalam penerimaan guru, baik sekolah swasta maupun negeri menjadi salah satu bukti. Kebanyakan mereka menerima guru dengan status bukan lulusan kependidikan.

Memang kebanyakan dari mereka sudah menempuh Akta IV sebagai syarat menjadi seorang guru. Sebuah pertanyaan bisa kita ajukan untuk mengkritisi hal tersebut, Apakah mereka betul-betul siap menjadi seorang pendidik yang tidak hanya bertugas mengajar? Pertanyaan ini terlontar juga dengan dasar latar belakang mereka sejak awal dalam perkuliahan tidakdipersiapkan menjadi pendidik, atau dari awal mereka tidak mempunyai motivasi menjadi seorang pendidik.

Sebagian mereka masuk dalam dunia pendidikan dengan alasan yang kurang enak didengar, mentok mencari pekerjaan akhirnya lari masuk ke dunia pendidikan. Akhir-akhir ini munculnya sertifikasi guru, nampaknya sebagai salah satu yang memotivasi mereka juga lari ke dunia pendidikan. Namun juga tentunya pasti ada yang memang terpanggil dalam dunia pendidikan tanpa alasan tersebut.

Seorang guru yang juga pendidik pada dasarnya tidak hanya bisa dipersiapkan dalam waktu singkat. Misalnya mereka mengambil program AKTA IV dalam waktu satu tahun atau dua semester. Apakah cukup dengan waktu dua semester mempersiapkan menjadi guru yang sekaligus pendidik juga? Kalau memang begitu sungguh luar biasa proses yang secepat itu. Proses yang singkat tersebut tentunya hanya mampu mendapatkan sekedar teori tentang kependidikan saja.

Terlepas dari uraian di atas, kita tentu tahu bahwa langkah awal yang dapat dilakukan untuk membantu menumbuhkembangkan anak didik adalah dengan mengenal pribadi masing-masing anak didik. Memang hal ini terkesan sepele dan mudah untuk dilakukan. Namun harus kita ingat, dari sinilah awal pendekatan pendidik terhadap anak didik dalam rangka supaya proses pendidikan dapat berlangsung dengan baik.

Karena itu, pendidik harus melakukan kontak dengan anak didik, baik secara formal maupun informal. Pendekatan semacam ini tentu saja membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga dedikasi dan totalitas pendidik cukup tertantang.

Dengan mengenal pribadi anak didik akan tercipta kondisi pengajaran yang kondusif. Kondisi ini mendorong anak didik semakin dekat dengan kita selaku pendidik. Mereka tidak lagi menganggap kita sebagai guru yang menakutkan, guru yang menyulitkan, dan sebutan lain yang kurang baik di mata anak didik.

Namun untuk menumbuhkembangkan anak didik dibutuhkan juga penanaman sikap. Salah satu sikap itu adalah kejujuran. Sikap kejujuran merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Ketika kita dapat menerapkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, maka kita dapat menerapkan mekanisme ”siap dan mau menerima sanksi” atas tindakan indispliner mereka.

Sebagai pendidik, kita memang harus tegas memberikan sanksi kepada anak didik yang melanggar. Ketika seorang anak didik menyontek saat ujian, tentu saja kita harus tegas dan jelas dalam memberikan sanksi. Hal ini kita lakukan agar mereka jera dan mampu meminimalisir yang lain agar tidak menyontek.

Kepedulian sosial juga harus kita tanamkan dalam diri anak didik agar mereka mempunyai kepedulian terhadap lingkungan di sekitarnya. Penanaman kepedulian sosial ini dapat dilakukan dengan live in . Yakni anak didik diajak untuk hidup bermasyarakat yang konkret, melihat dan merasakan sendiri dinamika hidup di masyarakat.

Harapanya agar mereka memiliki perhatian kepada kaum miskin dan marginal. Rasa kepedulian sosial yang sudah tertanam dalam dirinya dapat digunakan sebagai penunjang proses belajar mengajar.

Mengenai pribadi masing-masing anak didik, penanaman sikap dan menumbuhkan kepedulian sosial anak didik sesungguhnya merupakan upaya kita untuk menjadi pendidik yang efektif. Keefektifan ini akan membantu anak didik tumbuh dan berkembang kepribadiaannya. Akhirnya, kepribadian merekapun semakin matang.

(Dimuat Bernas: Senin 13 Oktober 2003)