Ketika Payung Kehilangan Fungsi
Engkau tak lagi sanggup memanyungi
Jiwa-jiwa yang basah ini
Dari derasnya air kedengkian
Engkau tak lagi sanggup memayungi
Jiwa-jiwa yang kering ini
Dari panasnya dosa-dosa
Engkau hanya menjadi pemanis
Di ruang-ruang keserakahan
Di ruang-ruang kesombongan
Di ruang-ruang kemunafikan
Payung yang tak layak sebagai payung
Payung yang hanya sebuah nama
Payung yang lepas dari fungsinya
Payung yang hanya tinggal sebuah nama
(Ag. Budi Susanto, Januari 2010)
Ketika Payung dicampakan
Engkau tergelatak ……..
Di depan pintu
Bercampur sandal-sendal
Engkau terinjak-injak
Engkau terludai
Engkau teraniaya
Payung yang rusak
Payung yang kotor
Payung yang berubah
Sebagai sampah
Daunmu yang ternoda
Jerujimu yang terputus
Membuat engkau tak sanggup berkibar
Di antara payung-payung dunia
Engkau harus sadar kesombonganmu
Engkau harus bangkit dari kesakitanmu
Engkau harus bersemangat kondisimu
(Ag. Budi Suanto, Januari 2010)
Ketika Payung dihadapkan kepada Payung yang Maha Payung
Oh…….payung..
Mana kelantanganmu?
Mana keangkuhanmu?
Mana kebesaranmu?
Ya….sebuah payung dekil
Yang tampak dalam dirimu
Engkau tak sanggup berkata
Engkat tak sanggup bicara
Engkau tak sanggup bersapa
Daunmu yang layu
Daunmu yang suram
Daunmu yang kering
Membuat dirimu tak sedap dilihat
Ketika engkau dihadapankan dengan payung yang maha payung
(Ag. Budi Susanto, Februari 2010)
Ketika Payung Menjadi Bijaksana Kembali
Daunmu yang cerah
Daunmu yang bersolek
Daunmu yang tenang
Membuat jiwa-jiwa nyaman
Engkau kembali mampu menjadi pelindung
Ketika hujan membahasi dunia
Ketika matahari menyengat kulit
Engkau sungguh berubah
Engkau kembali pada fungsimu
Engkau kembali bersinar
Payung kembalilah…….
Menjadi payung yang bijaksana
(Ag. Budi Susanto, Februari 2010)
Mendidik : Gampang-gampang Susah
MENDIDIK pada dasarnya tidak hanya sekedar mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan. Mendidik adalah juga suatu proses untuk membantu menumbuhkembangkan pribadi anak didik.
Namun,untuk mewujudkan seorang pendidik yang mampu melakukan pekerjaan besar itu diperlukan suatu proses yang cukup lama. Sebab mereka harus mengeyam pendidikan khusus, yang mendidik mereka menjadi seorang pendidik yang efektif. Hal ini misalnya dapat ditempuh dengan sekolah kependidikan.
Kenyataan yang kita jumpai sekarang ini sungguh berlainan. Beberapa kasus dalam penerimaan guru, baik sekolah swasta maupun negeri menjadi salah satu bukti. Kebanyakan mereka menerima guru dengan status bukan lulusan kependidikan.
Memang kebanyakan dari mereka sudah menempuh Akta IV sebagai syarat menjadi seorang guru. Sebuah pertanyaan bisa kita ajukan untuk mengkritisi hal tersebut, Apakah mereka betul-betul siap menjadi seorang pendidik yang tidak hanya bertugas mengajar? Pertanyaan ini terlontar juga dengan dasar latar belakang mereka sejak awal dalam perkuliahan tidakdipersiapkan menjadi pendidik, atau dari awal mereka tidak mempunyai motivasi menjadi seorang pendidik.
Sebagian mereka masuk dalam dunia pendidikan dengan alasan yang kurang enak didengar, mentok mencari pekerjaan akhirnya lari masuk ke dunia pendidikan. Akhir-akhir ini munculnya sertifikasi guru, nampaknya sebagai salah satu yang memotivasi mereka juga lari ke dunia pendidikan. Namun juga tentunya pasti ada yang memang terpanggil dalam dunia pendidikan tanpa alasan tersebut.
Seorang guru yang juga pendidik pada dasarnya tidak hanya bisa dipersiapkan dalam waktu singkat. Misalnya mereka mengambil program AKTA IV dalam waktu satu tahun atau dua semester. Apakah cukup dengan waktu dua semester mempersiapkan menjadi guru yang sekaligus pendidik juga? Kalau memang begitu sungguh luar biasa proses yang secepat itu. Proses yang singkat tersebut tentunya hanya mampu mendapatkan sekedar teori tentang kependidikan saja.
Terlepas dari uraian di atas, kita tentu tahu bahwa langkah awal yang dapat dilakukan untuk membantu menumbuhkembangkan anak didik adalah dengan mengenal pribadi masing-masing anak didik. Memang hal ini terkesan sepele dan mudah untuk dilakukan. Namun harus kita ingat, dari sinilah awal pendekatan pendidik terhadap anak didik dalam rangka supaya proses pendidikan dapat berlangsung dengan baik.
Karena itu, pendidik harus melakukan kontak dengan anak didik, baik secara formal maupun informal. Pendekatan semacam ini tentu saja membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga dedikasi dan totalitas pendidik cukup tertantang.
Dengan mengenal pribadi anak didik akan tercipta kondisi pengajaran yang kondusif. Kondisi ini mendorong anak didik semakin dekat dengan kita selaku pendidik. Mereka tidak lagi menganggap kita sebagai guru yang menakutkan, guru yang menyulitkan, dan sebutan lain yang kurang baik di mata anak didik.
Namun untuk menumbuhkembangkan anak didik dibutuhkan juga penanaman sikap. Salah satu sikap itu adalah kejujuran. Sikap kejujuran merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Ketika kita dapat menerapkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, maka kita dapat menerapkan mekanisme ”siap dan mau menerima sanksi” atas tindakan indispliner mereka.
Sebagai pendidik, kita memang harus tegas memberikan sanksi kepada anak didik yang melanggar. Ketika seorang anak didik menyontek saat ujian, tentu saja kita harus tegas dan jelas dalam memberikan sanksi. Hal ini kita lakukan agar mereka jera dan mampu meminimalisir yang lain agar tidak menyontek.
Kepedulian sosial juga harus kita tanamkan dalam diri anak didik agar mereka mempunyai kepedulian terhadap lingkungan di sekitarnya. Penanaman kepedulian sosial ini dapat dilakukan dengan live in . Yakni anak didik diajak untuk hidup bermasyarakat yang konkret, melihat dan merasakan sendiri dinamika hidup di masyarakat.
Harapanya agar mereka memiliki perhatian kepada kaum miskin dan marginal. Rasa kepedulian sosial yang sudah tertanam dalam dirinya dapat digunakan sebagai penunjang proses belajar mengajar.
Mengenai pribadi masing-masing anak didik, penanaman sikap dan menumbuhkan kepedulian sosial anak didik sesungguhnya merupakan upaya kita untuk menjadi pendidik yang efektif. Keefektifan ini akan membantu anak didik tumbuh dan berkembang kepribadiaannya. Akhirnya, kepribadian merekapun semakin matang.
(Dimuat Bernas: Senin 13 Oktober 2003)