Senin, 28 Desember 2009

OPINI (Dimuat Majalah Praba Edisi Desember I 2009)
TUNJANGAN GURU VS JAM MENGAJAR

Oleh : Ag. Budi Susanto, S.Pd.
Ribuan guru di Kabupaten Sukoharjo dipastikan tidak mendapatkan tunjangan kemaslahatan dari APBN tahun 2010 mendatang, bahkan status sebagai guru akan diturunkan menjadi staf biasa. Mereka tidak mendapatkan tunjangan kemaslahatan dan tidak mendapatkan tunjangan fungsional Guru yang berhak mendapatkan tunjangan kemaslahatan dan tunjangan fungsional adalah mereka yang mengajar minimal 24 jam seminggu. Hal ini merupakan ketentuan dari PP No.74 tahun 2008, PP 41 tahun 2009 serta PP No. 39 tahun 2009 yang mengatur mengenai jumlah jam mengajar. (KR, Jumat 9/10/2009)
Menanggapi pernyataan tersebut nampaknya membuat banyak guru yang berharap-harap cemas terhadap nasibnya. Walaupun sebelumnya mereka cukup dibuat lebih semangat dalam menjalani panggilan hidup sebagai guru. Mereka mendapatkan kesempatan untuk mengikuti sertifikasi dengan suatu harapan akan mendapatkan tunjangan sebesar gaji pokok.
Harapan tersebut seolah pupus dengan terkendala jam mengajar yang minimal 24 perminggu, tentunya dengan bidang studi yang sama dengan pendidikan dan pengajuan dalam sertifikasi. Bagi sekolah dengan kelas yang besar, hal ini tidaklah menjadi kendala. Namun bagi sekolah-sekolah yang jumlah kecil hal ini cukup menjadi masalah. Mereka akan kesulitan untuk memenuhi jam mengajar dengan 24 per minggu.
Sekolah kecil dimungkinkan guru mengajar tidak sesuai bidang studi yang menjadi latar belakang pendidikan guru. Hal ini terlebih bagi sekolah-sekolah yayasan. Sekolah tidak mungkin mengangkat guru sebanyak bidang studi yang ada, yayasan mempertimbangkan efektifitas. Sedangkan mereka kalau memenuhi jam mengajar menjadi 24 jam dengan mengampu ke sekolah lain yang berbeda yayasan jelas tidak bisa. Apakah guru yayasan harus mengajar ke sekolah lain yang satu yayasan walau harus antar daerah? Namun apakah hal ini efektif ?
Contoh lain sekolah SMA dengan jumlah pararel masing-masing tiga pararel atau sembilan kelas. Guru kesenian dalam seminggu memiliki dua jam mengajar dikalikan sembilan kelas, jadi mereka hanya mengampu 18 jam perminggu. Hal ini jelas guru tidak bisa memenuhi ketentuan mengajar 24 jam. Mereka harus kehilangan tunjangan kemaslahatan maupun tunjangan fungsional.
Mereka adalah sama-sama guru yang memiliki hak sama dengan teman-teman guru yang jam mengajar terpenuhi. Tunjangan yang menjadi hak mereka tidak bisa diterima karena terkendala jumlah jam mengajar ini, sudah barang tentu akan mempengaruhi kinerja mereka. Ketika mereka harus memenuhi jam dengan mengajar ke sekolah yang lain, apakah hal itu lebih efektif? Waktu mereka akan lebih banyak hilang dijalan.
Menanggapi hal tersebut hendaknya penentu kebijakan harus lebih bijaksana dalam mengambil kebijakan. Jam mengajar walaupun dengan 24 jam hendaknya dapat dipenuhi dengan mengampu bidang studi yang serumpun. Misalnya guru bahasa Indonesia dapat menambah dengan bahasa jawa, guru biologi bisa memenuhi jam dengan kimia dan sebagainya.
Tunjangan guru yang hendaknya menjadi hak guru haruslah diberikan. Ketika tidak dibayarkan hal ini akan memunculkan kecemburuan bagi guru. Hal ini juga akan memunculkan melemahkan kinerja guru. Sudah barang tentu juga akan berpengaruh terhadap pendampingan anak didik.
Ag. Budi Susanto, S.Pd.
Guru SMA Pangudi Luhur Sedayu, Bantul,Yogyakarta
(Dimuat dalam Majalah Praba Edisi Desember 2009 (I))
@@@@@@@@@@@@@@@@@@

Senin, 07 Desember 2009

SEPUTAR PENDIDIKAN

MENULIS ITU GAMPANG

@ Mengapa Saya menulis?

Semenjak kecil saya tidak punya cita-cita menjadi penulis. Keinginan menulis semenjak di bangku perkuliahan terlebih ketika masuk jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

@ Menulis Bakat atau Dapat Dipelajari?

Menulis pada prinsipnya sama dengan profesi lain dapat dipelajari. Orang dapat membiasakan diri merefleksikan gagasan, memiki-mikir dan mencari perbandingan dan kemudian menuangkannya dalam bentuk artikel atau opini, karangan ilmiah atau kepentingan media.Semakin hari kita terbiasa menuangkan ide dalam bentuk tulisan maka semakin terasah kemampuan kita menulis. Bagaimanpun juga dengan banyak menulis, kita membutuhkan banyak membaca dan berdiskusi untuk mendapatkan ide.

@ Adakah Saat “Mood” Untuk Menulis?

Bagi pemula suasana Mood harus dipaksakan, ide tidak datang dengan sendirinya. Karena itu kita perlu memperhatikan beberapa hal :

Ø Membiasakan diri mencatat ide-ide yang datang.

Setiap saat ide akan muncul; setelah membaca buku, setelah berciuman dengan kekasih, atau kegiatan apa saja akan memunculkan ide. Langkah yang harus kita lakukan kalau ide muncul.

~ mencatatnya agar ide tersebut tidak hilang, lama kelamaan ide itu akan mengumpal. Makin banyak ide itu kita topang dengan pengamatan, pengalaman dan studi pustaka ibarat orang mengandung akan menjadi sangat berisi yang siap ditumpahkan menjadi sebuah tulisan. (Menulis ibarat kerinduan kita pada sang kekasih, mulanya hanya keinginan mendengarkan suaranya tetapi semakin kita bumbuhi dengan dengan kenangan-kenangan indah akan mengumpal dan berkembang menjadi dorongan untuk bersama-sama).

Ø Komitmen

Jika kita merencanakan menjadi penulis, maka segala kegiatan dan peristiwa kehidupan yang kita alami kita kaitkan dengan motivasi kita sebagai penulis.Kita jangan sampai putus asa dan kita harus selalu mengasah kemampuan kita.

Ø Konsisten

Ketika kita sudah berniat masuk dalam dunia kepenulisan maka dari hari ke hari membiaskan diri dengan belajar menulis, kemudian mengisinya dengan membaca, menulis dalam berbagai bentuk yang mendukung konsistensi itu.

@ Menulis Opini

Bagi penulis pemula,menulis opini membutuhkan pengalaman tersendiri. Hal ini karena media cetak memiliki karakter sendiri-sendiri dalam menampilkan rubrik opini. Untuk membantu kita dalam memulai menulis dengan memakai 3 N:

Ø Niteni

Ø Niroke

Ø Nambahi

Format menulis opini

Ø Pemaparan Fakta

Ø Penyebab munculnya fakta

Ø Akibat munculnya fakta

Ø Solusi



Ag. Budi Susanto

Disampaikan dalam Pelatihan Menulis Bagi Redaksi Warta Paroki Klepu

26/27 November 2009